Prototipe itu adalah sampel dari produk akhir yang akan dibuat. Prototipe ini juga harus sudah dapat dites. Intinya, dari mulai empati, definisi masalah, iterasi dan ideasi, riset sampai menemukan rancangan dan solusinya, kemudian buatlah prototipe.

Jadi prototipe ini solusi yang kita hasilkan meskipun belum final, masih harus diuji, dan masih harus dikembangkan lagi. Kenapa harus buat prototipe? Karena produk atau solusi kita belum tentu berhasil, jadi kita harus membuat sampel terlebih dahulu. Ibarat latihan berenang, kita jangan langsung turun ke kolam dua meter, tetapi kita latihan dulu di kolam yang lebih dangkal. Gunanya supaya kita bisa lihat apa yang masih kurang untuk kemudian bisa kita sempurnakan di produk yang paling akhir.

Sebuah prototipe harus mempunyai 4 kualitas utama, yaitu:

  1. Representasi visual dari prototipenya, boleh berupa corat coret di kertas, html dari produk digital, atau bahan baku yang mirip dengan produk aslinya.
  2. Presisi atau kesamaan ukuran dan dimensi dengan produk aslinya. Jadi tidak terlalu asal.
  3. Interaktivitas agar user bisa mengenali fungsi dari prototipenya dengan mudah tanpa harus banyak bertanya.
  4. Evolusi yakni engga stuck dan kaku, bisa berkembang terus dan memungkinkan untuk berubah. Karena prototipe ini mengikuti kemauan konsumen, bukan kemauan pembuat.

Kapan kita harus membuat prototipe? Pastinya kapan saja. Bahkan, semakin sering akan semakin baik. Ada istilah dalam design thinking yang disebut rapid prototyping, kenapa rapid? Karena memang prototipe itu bisa dibuat sesering mungkin dan sebanyak mungkin. Yang perlu dipertimbangin tinggal cost pembuatannya.

Nah, bagaimana cara buat prototipe sementara produk yang akan kita buat bukan merupakan produk fisik? Jangan khawatir, karena prototipe memang bukan cuma untuk produk fisik. Di sini kita akan bedah gimana caranya buat prototipe untuk produk jasa, fisik sama digital.

1. JASA
Untuk produk jasa, setidaknya ada 3 tahapan dalam membuat prototipenya. Karena produk jasa ini hubungannya dengan pelayanan yang sifatnya emosional, jadi bahan bakunya adalah emosi dari pelanggan itu sendiri.

Dari mana kita dapatkan? Dari feedback yang konsumen berikan. Jadi, yang pertama, kita harus tahu momen apa yang membuat konsumen merasa senang ketika menggunakan jasa kita. Itulah sumber utama prototipe jasa kita. Kedua, kita bayangin kondisi paling ideal untuk konsumen. Artinya ketika konsumen pakai jasa kita, mereka merasa puas dan yakin produk kita itu adalah yang terbaik. Bayangan itu kita tulis di kertas maupun di gambar, serta jika memungkinkan juga pakai tools online.

Terakhir, lakukan brainstorming bersama tim internal untuk membuat kondisi ideal tersebut. Tuangkan idenya dalam visual yang semua orang bisa lihat. Setelah itu, kita bisa presentasikan ke sejumlah konsumen sehingga kita bisa cek lagi feedback mereka.

2. FISIK

Produk fisik merupakan salah satu produk yang tahapannya paling sederhana dalam pembuatan prototipe. Akan tetapi, secara cost mungkin dia paling mahal dan paling susah. Alurnya cukup sederhana, yaitu: Paper > 3D (optional) > Proof of Concept > Prototipe.

Jadi pembuat produk tinggal sketch dulu prototipe yang mau dibuat berdasar riset. Kalau memungkinkan, buat model 3D nya juga. Terus buktikan konsepnya dapat bekerja. Maksudnya bagaimana? Contohnya mouse yang kita pakai untuk menggerakan kursor di komputer. Awalnya, ketika orang pertama kali membuat mouse, mereka buat prototipe nya menggunakan kotak yang satu sisinya berlubang, lalu diisi bola plastik. Kemudian kotaknya dibalik dan digerakkan sehingga bola yang ada di dalamnya ikut berputar. Simpel bukan?

Dari konsep tersebut, dapat dibuktikan bahwa ada pergerakan dinamis untuk menggerakan kursor. Nah yang terakhir, kita tinggal membuat prototipenya. Kenapa bisa mahal? Bayangkan saja kalau produk yang akan dibuat adalah mobil. Walaupun kita membuat prototipe mobil yang belum menjadi produk final, tapi tetap saja produk tersebut adalah mobil.

3. DIGITAL
Untuk produk digital, konsep pembuatan prototipe-nya dapat terbilang susah-susah gampang. Kita bisa membuat rancangannya di kertas seperti sedang membuat rancangan untuk produk jasa. Kemudian, buat low-fidelity digital, yaitu seperti versi awal yang masih culun. Jadi isinya hanya untuk nge-test navigasi dan IA-nya saja.

Terakhir, setelah lo-fi ini bisa dijalankan, buatlah kodingnya. Kemudian setelah jadi sebuah program, lakukan tes lagi. Inilah prototyping secara digital. Jadi kita tidak berhenti di satu produk yang sudah jadi saja.

Nah, itu semua yang sobat LS perlu tahu soal pembuatan prototipe dan testing. Prototipe ini harus selalu bisa dites, karena dengan begitu, kita dapat mempunyai data yang lebih lengkap. Siklusnya adalah review-refine-prototipe, dan terus menerus diulang-ulang, sampai akhirnya produk akhir yang sebenarnya. Bahkan produk akhir pun bisa terus berkembang juga

Hubungi Kami

Jl. Diponegoro, Kota Batu, Jawa Timur, 65314
+62 823 8053 7399
+62 878 6430 4083
X